ULAMA DUNIA;Laknat Allah swt,Surah AL-BAQARAH
خَالِدِينَ فِيهَا لاَ يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلاَ هُمْ يُنظَرُونَ
[Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan azab dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.]1). Ayat ini merupakan keterangan tambahan dari buntut ayat sebelumnya: أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللّهِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (ŭlāika ‘alayɦim la’natullāɦi wal-malāikati wan-nāsi ajma’ĭn, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya). Yaitu bahwa mereka yang dilaknat itu akan kekal di dalam suasana laknat tersebut: خَالِدِينَ فِيهَا (khālidĭna fĭɦā, Mereka kekal di dalam laknat itu). Dari sini kita melihat bahwa ada dua unsur penting yang terdapat di dalam hal laknat-melaknat. Pertama, ucapan atau pernyataan laknat itu sendiri. Ini penting sebagai ungkapan jiwa ke permukaan, dalam rangka memunculkan apa yang ada di dalam bathin menjadi zhahɦr. Karena, bagi sesama manusia, yang bisa dihukumi hanya lahirnya saja. Itu sebabnya iman (sebagai unsur bathin) pun belum cukup tanpa amal saleh (sebagai unsur zhaɦir). Ayat-ayat yang menyatakan laknat Allah kepada orang-orang yang pantas mendapat laknat itu (yang bergitu banyak di dalam al-Qur’an), merupakan ungkapan zhaɦir dari Allah agar manusia tahu bahwa Allah sekalipun melakukan pelaknatan, dan agar manusia melakukan hal yang sama kepada orang atau pihak yang sama. Kedua, masa berlangsungnya hukuman laknat. Bisa berlangsung sesaat saja (di dunia ini), tapi bisa juga selamanya. Kalau yang bersangkutan menyadari kesalahannya kemudian minta ampun kepada Allah, maka Allah niscaya mengampuninya selama syarat-syarat untuk itu terpenuhi, sehingga hukuman laknat atasnya tidak terbawa hingga ke kematiannya. Tetapi jika tidak, maka laknat itu berlangsung hingga ke alam akhirat, kekal di dalamnya. Terhadap orang seperti ini, setiap generasi yang datang boleh melakukan pelaknatan atasnya, karena Allah sendiri yang telah mendeklarasikan kekekalan laknat tersebut. Misalnya, setiap kali kita mendengar atau membaca nama Fira’un, kita sebaiknya menyertakan ungkapan “laknatullah ‘alaiɦi” (artinya: laknat Allah atasnya). “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata, kepada Fir’aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya, tetapi mereka mengikut perintah Fir’aun, padahal perintah Fir’aun sekali-kali bukanlah (perintah) yang benar. Ia berjalan di muka kaumnya di Hari Kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi. Dan mereka selalu diikuti dengan laknat di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. (Laknat itu adalah) seburuk-buruk pemberian yang diberikan.” (11:96-99)
2). Apabila laknat itu berlangsung selamanya, maka bukan saja orang yang terlaknat tidak akan mendapatkan potongan waktu tapi juga tidak akan mendapatkan potongan bobot, atau pengurangan beban laknat: لاَ يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ (lā yukhaffafu ‘anɦumul-‘adzāb, tidak akan diringankan azab dari mereka). Jadi bagi mereka tidak ada lagi syafaat dari orang-orang yang telah mendapat mandat atau izin dari Allah. Untuk lebih memastikan bahwa ayat-ayat tentang laknat ini sebagai indikasi akan kemungkinan terulangnya kembali apa yang dulu terjadi pada Bani Israil, coba kita lihat ayat berikut ini yang berkenaan dengan mereka: “Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan azab mereka dan mereka tidak akan ditolong seratus persen sama dengan Surat al-Baqarah ayat 162: خَالِدِينَ فِيهَا لاَ يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلاَ هُمْ يُنظَرُونَ mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan azab dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. (3:88)] Berarti karakter orang yang dilaknat kemudian tidak diberi keringanan terhadap laknatnya tersebut adalah sama. Yakni sama-sama menyembunyikan atau mengingkari kebenaran setelah kebenaran itu nyata baginya. “Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh.” (16:85)
3). Yang menarik ialah bahwa di dalam anak kalimat لاَ يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ (lā yukhaffafu ‘anɦumul-‘adzāb, tidak akan diringankan azab dari mereka), Allah tidak lagi menggunakan frase لَعْنَةُ اللّهِ (la’natullāɦi, laknat Allah), melainkan telah diganti dengan kata الْعَذَابُ (al-‘adzāb, azab). Maknanya, laknat sendiri sudah merupakan azab. Bedanya, azab pada umumnya dipersepsi sebagai siksaan, baik di dunia (dalam bentuk hukuman individu atau kolektif), di saat sakratul-maut (dalam bentuk kesulitan meninggalkan dunia yang fana ini), di alam barzah (dalam bentuk siksa kubur), atau di akhirat (dalam bentuk terik di Padang Masyhar dan api yang panas di Neraka). Firman-Nya: “Katakanlah: ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kalian atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kalian keganasan sebahagian yang lain.’ Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya).” (6:65) “Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan). Mereka itulah orang-orang yang mendapat (di dunia) azab yang buruk dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi.” (27:4-5) Sementara laknat lebih ke predikat yang Allah sematkan kepada orang-orang atau kaum tertentu yang bersikap zalim dan ingkar dengan menyembunyikan kebenaran dari Allah. Sehingga orang yang telah Allah laknat bisa saja tetap kelihatan prima secara lahiriah dan ‘sukses’ secara duniawiah; bahkan oleh para pengagumnya sangat mungkin dipandang sebagai pahlawan atau berjasa besar dalam agama. “Dan itulah (kisah) kaum ‘Ăd yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan laknat di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ăd itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Ăd (yaitu) kaum Huud itu.” (11:59-60)
4). Selain tidak diringankan azabnya, juga tidak diberi tangguh: وَلاَ هُمْ يُنظَرُونَ [wa lā ɦum yunzharŭn, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh]. Yakni tidak ada sela antara keputusan hukum Allah dan pelaksanaan hukum tersebut—tidak seperti yang lazim kita saksikan dalam sistem peradilan di dunia ini. Persoalannya, lalu kenapa kita sering melihat ada orang di dunia ini yang sudah sedemikian bejatnya perbuatannya kepada sesama namun masih bisa berkeliaran sambil melenggok ke sana ke mari? Pertanda yang bersangkutan belum memenuhi persyaratan sempurna untuk dihukum oleh Allah dengan hukuman dalam kadar tertentu. Bahkan Rasul sekalipun tidak kuasa mendatangkan hukuman itu jikalau saatnya memang belum tiba. Allah mengingatkan kita semua: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku (Muhammad, berada) di atas hujjah yang nyata (al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kalian mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kalian tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik’.” (6:57) Perhitungan Allah tidak pernah meleset. Tapi pada saat yang sama Dia juga Maha Pengampun dan sekaligus Maha Adil. Perhitungan hukum-Nya selalu melibatkankan kedua sifat tersebut. Sehingga hukum yang Dia dijatuhkan selalu tepat kadar dan waktunya. Tetapi begitu hukuman menjadi ketetapkan-Nya, وَلاَ هُمْ يُنظَرُونَ [wa lā ɦum yunzharŭn, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh]. “Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (21:40)
5). Hadits Nabi saw.:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ
وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ
بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُمْلِي لِلظَّالِمِ فَإِذَا أَخَذَهُ لَمْ
يُفْلِتْهُ ثُمَّ قَرَأَ
{ وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ }
[Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair dan
Ali bin Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah dari Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah dari Abu Burdah dari
Abu Musa dia berkata, "Rasulullah saw bersabda: ‘Sesungguhnya jika Allah hendak menyiksa orang-orang zalim, maka Dia akan menyiksanya tanpa ada satupun yang tertinggal.’ Kemudian beliau membaca: '(Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim)Apabila orang yang telah Allah laknat tidak meminta ampun kepada-Nya, maka akibatnya: Allah jadikan dia kekal di dalam laknat tersebut, azabnya tidak akan diringankan.Apabila allah melaknat makhlunya allah mengampuni apabila setelah ada hukumannya.Mudah2an kita dikasih petunjuk dari jalan yang lurus Amin....ya yarobb..//Ahmad fuadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar