بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحابته ومن اتبع سنته واهتدى بهديه إلى بوم القيامة، أما بعد
صلى الله عليه وسلم
عن أم كلثوم
بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ليس
الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia
(yang bertikai) kemudian dia melebih-lebihkan kebaikan atau berkata
baik”. [Muttafaqun 'Alaih]
Di dalam riwayat Al Imam Muslim ada tambahan:
ولم أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها
tidak mendengar
bahwa beliau memberikan rukhsoh (keringanan) dari dusta yang dikatakan
oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia,
pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada
suaminya”.
عَنْ
أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ
امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِى الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ
لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ ». وَقَالَ مَحْمُودٌ فِى حَدِيثِهِ « لاَ
يَصْلُحُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ لاَ نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَسْمَاءَ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ
ابْنِ خُثَيْمٍ.
berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami
pada istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan
bohong untuk mendamaikan diantara manusia”.
Apakah hadits-hadits diatas bertentangan
dengan ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits yang shohih yang lain yang
memerintahkan untuk jujur dan melarang untuk berbohong?
Misalnya, Alloh تعالى berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At Taubah:119]
Atau sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم :
عن عبدالله قال:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر
وإن البر يهدي إلى الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند
الله صديقا وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى
النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا
Dari Abdulloh dia berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Wajib atas kalian untuk jujur, sesungguhnya kejujuran itu
akan membimbing kalian menuju ke kebajikan, dan kebajikan akan
membimbing menuju surga, dan tidaklah seorang laki-laki itu jujur dan
berusaha untuk jujur maka dia akan dicatat di sisi Alloh sebagai
siddiiq. Hati-hati kalian dari bohong karena sesungguhnya bohong itu
membimbing menuju kefajiran dan kefajiran membimbing menuju ke neraka,
dan tidaklah seseorang itu berbohong dan berusaha untuk berbohong maka
akan dicatat di sisi Alloh sebagai pembohong
Kalau kita perhatikan antara ayat-ayat
Qur’an dan hadits-hadits diatas sebenarya tidak ada pertentangan. Karena
memang selamanya ayat-ayat al Qur’an dan hadits-hadits yang shohih
tidak akan bertentangan, kalaupun kita sangka ada pertentangan maka para
ulama telah menentukan beberapa metode dalam mendudukannya, yaitu:
1. Jika dimungkinkan maka dilakukan thoriqotul jam’i yaitu menyatukan/ mengkompromikan dalil-dalil yang shohih tersebut.
2. Mengetahui nasikh dan mansukh,
yaitu dalil yang datang belakangan adalah nasikh(penghapus) untuk dalil
yang datang sebelumnya (ini disebut mansukh). Metode ini harus
dilakukan dengan kajian sejarah.
3. Dengan tarjih yaitu menetapkan mana yang rojih(yang kuat) dan mana yang marjuh(lemah).
4. Tawaquf yaitu diam tidak berkomentar.
Dalam kaitan dengan masalah ini maka kita
dapat memilih metode yang pertama yaitu menyatukan dan mengkompromikan
semua dalil, karena metode ini adalah metode yang didahulukan oleh para
ulama agar tidak satupun dalil yang ditolak. Ingat menolak satu hadits
yang telah tetap shohihnya diantara hadits-hadits Rosul صلى الله عليه وسلم adalah sama dengan menolak sunnah atau menolak syari’at yang dibawa oleh Rosul صلى الله عليه وسلم
, dan ini adalah berbahaya. Kecuali apabila hadits tersebut dho’if atau
maudhu’ maka kita tidak memakai hadits yang dho’if atau maudhu’
tersebut, atau telah jelas adanya nasikh dan mansukh.
Ayat diatas surat At Taubah:119 adalah perintah untuk jujur, ini juga berarti larangan untuk berbohong. Dan hadits Abdulloh bin Mas’ud juga menerangkan perintah jujur dan larangan berbohong. Ini adalah hukum asalnya. Yaitu saya tegaskan bahwa hukum asal berbohong adalah harom dan tidak boleh seorang muslim berbohong.Sedangkan hadits Ummu Kultsum dan hadits Asma’ adalah pengecualian untuk kasus tertentu dan tidak boleh dimutlakkan dan diperlebar jangkauannya.
Baiklah, kita nukilkan penjelasan Al Imam An Nawawi رحمه الله ketika mensyarah hadits Ummu Kultsum:
Al Qodhi (Iyadh) berkata, ‘Tidak ada
perbedaan dalam bolehnya berbohong dalam bentuk seperti ini, dan mereka
berbeda pendapat tentang apa maksud berbohong yang mubah di dalamnya,
apakah itu?
Segolongan ulama mengatakan: Itu sesuai
dengan kemutlakannya dan mereka membolehkan perkataan yang tidak
terdapat dalam keadaan-keadaan ini dengan alasan untuk kemaslahatan, dan
mereka mengatakan, bohong yang tercela adalah yang terdapat di dalamnya
kemadhorotan, mereka berhujjah dengan perkataan Ibrohimعليه السلام ,
“Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya” [Al
Ambiyaa':63], (lalu perkataanya) “Sesungguhnya aku sakit” [Ash
Shofaat:89] dan perkataannya “Sesungguhnya dia adalah saudariku”.
Juga perkataan orang yang menyeru Yusuf عليه السلام , “Hai kafilah, Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri”.[Yusuf:70]
Meraka mengatakan, tidak ada khilaf bahwa
jika ada seorang dzolim akan membunuh seseorang yang bersembunyi di
sisinya, maka (orang yang melindungi) wajib untuk berbohong dan
mengatakan dia tidak mengetahui dimana orang tersebut.
Ulama yang lain berpendapat, diantara
mereka Ath Thobari, ‘Pada asalnya tidak boleh berbohong dalam
sesuatupun, adapun adanya pembolehan untuk berbohong maka maksudnya
adalah tauriyah, menggunakan ungkapan-ungkapan (diplomatis), dan tidak
terang-terangan berbohong, misalnya memuji istrinya, berbuat baik
padanya, dan akan memberikan padanya pakaian yang demikan, jika Alloh
mentaqdirkannya. Walhasil hendaklah menggunakan kalimat-kalimat yang
muhtamalah (yang mempunyai beberapa maksud pent.), orang yang diajak
bicara akan memahaminya dengan sesuatu yang menentramkan hatinya. Jika
berusaha untuk mendamaikan diantara manusia maka menukil dari satu fihak
kepada fihak yang lain dengan perkataan yang baik, demikian juga
sebaliknya dari fihak yang ini kepada fihak yang lain. Begitu juga dalam
perang dengan mengatakan, ‘Pemimpin besar kalian telah mati’,
diniyatkan untuk pemimpin mereka yang pada zaman terdahulu. Para ulama
yang berpendapat demikian menta’wilkan kisah Ibrohim, Yusuf, dan yang
semisalnya adalah kalimat-kalimat diplomatis, wallohu a’lam. Adapun
berbohongnya suami pada istrinya dan juga sebaliknya maka maksudnya
adalah menampakkan kasihsayang, janji yang tidak mengharuskan
terlaksana, dan yang seperti itu, adapun tipu muslihat untuk mencegah
kewajiban suami atau istri, atau mengakui apa yang tidak dimiliki oleh
suami atau istri maka ini adalah harom menurut kesepakatan kaum
muslimin,Sekecil apapun baik dan tidak baik, bohong dan tidak bohong, ingkar atau tidak ingakar, Disisi kita dimanapun kita berada Allah swt akan lebitahu bagaimana kita saja dah!, untuk menghindari hal-hal yang dilarang,moga kita semua dilindungi ALLAH swt,Amin....//Ahmad fuadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar