Pejanjian antara manusia. Sungguh
Al-Qur`an telah memerhatikan permasalahan janji ini dan memberi
dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلاَ تَنْقُضُوا اْلأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا …
“Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….” (An-Nahl: 91)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra`: 34)
Demikianlah
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melaksanakan janjinya. Hal ini
mencakup janji seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji
hamba dengan hamba, dan janji atas dirinya sendiri seperti nadzar. Masuk
pula dalam hal ini apa yang telah dijadikan sebagai persyaratan dalam
akad pernikahan, akad jual beli, perdamaian, gencatan senjata, dan
semisalnya.
Para Rasul Menepati Janji
Seperti
yang telah dijelaskan bahwa menepati janji merupakan akhlak terpuji
yang terdepan. Maka tidak heran jika para rasul yang merupakan panutan
umat dan penyampai risalah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia,
menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia ini. Inilah Ibrahim
‘alaihissalam, bapak para nabi dan imam ahlut tauhid. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menyifatinya sebagai orang yang menepati janji. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِبْرَاهِيْمَ الَّذِي وَفَّى
“Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.” (An-Najm: 37)
Maksudnya
bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah melaksanakan seluruh apa yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala ujikan dan perintahkan kepadanya dari syariat,
pokok-pokok agama, serta cabang-cabangnya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail ‘alaihissalam:
إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
“Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya” (Maryam: 54)
ayat Al-Qur`an:
مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا
بَدَّلُوا تَبْدِيْلاً
“Di
antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang
gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23) [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Ahzab, 3/484 dan Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 3200]
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu
kami –berjumlah– tujuh atau delapan atau sembilan orang di sisi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda: “Tidakkah kalian
berbai’at kepada Rasulullah?” Maka kami bentangkan tangan kami. Lantas
ada yang berkata: “Kami telah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu atas apa kami membaiat anda?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ
تَعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُوا
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ وَتَسْمَعُوا وَتُطِيْعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً
خَفِيَّةً – وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا
“Kalian
menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya sedikitpun, kalian
menegakkan shalat lima waktu, mendengar dan taat (kepada penguasa) –dan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan kalimat yang samar– (lalu
berkata), dan kalian tidak meminta sesuatu pun kepada manusia.”
‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku melihat cambuk sebagian orang-orang itu jatuh namun mereka tidak meminta kepada seorang pun untuk mengambilkannya.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2334)
Seperti
itulah besarnya permasalahan menepati janji di mata generasi terbaik
umat ini. Karena mereka yakin bahwa janji itu akan dimintai
pertanggungjawabannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tiada
kalimat yang terucap kecuali di sisinya ada malaikat pencatat. Intinya,
keimanan yang benar itulah yang akan mewariskan segala tingkah laku dan
perangai terpuji.
Hal
ini sangat berbeda dengan orang yang hanya bisa memberi janji-janji
manis yang tidak pernah ada kenyataannya. Tidakkah mereka takut kepada
adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ingkar janji? Tidakkah mereka
tahu bahwa ingkar janji adalah akhlak Iblis dan para munafikin? Ya.
Seruan ini mungkin bisa didengar, tetapi bagaimana bisa mendengar orang
yang telah mati hatinya dan dikuasai oleh setannya.
Iblis Menebar Janji Manis
Tidak ada seorang manusia pun yang
bisa menang atas kalian pada hari ini. Dan aku ini sesungguhnya
pelindung kalian.” Tatkala dua pasukan siap bertempur, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam debu lalu
menaburkannya pada wajah pasukan musyrikin sehingga mereka lari ke
belakang. Kemudian malaikat Jibril mendatangi Iblis. Ketika Iblis
melihat Jibril dan waktu itu tangannya ada pada genggaman seorang
lelaki, ia berusaha melepaskannya kemudian lari terbirit-birit beserta
pasukannya. Lelaki tadi berkata: “Wahai Suraqah, bukankah kamu telah menyatakan pembelaan terhadap kami?” Iblis berkata: “Aku melihat apa yang tidak kamu lihat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/330 dan Ar-Rahiq Al-Makhtum hal. 304)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ
زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ
الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ
الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيْءٌ مِنْكُمْ
إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيْدُ
الْعِقَابِ
“Dan
ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan
mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian
pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka
tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan
itu berbalik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas
diri dari kalian; sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak
melihatnya; sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras
siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)
Tanda-tanda Kemunafikan
Menepati
janji adalah bagian dari iman. Barangsiapa yang tidak menjaga
perjanjiannya maka tidak ada agama baginya. Maka seperti itu pula ingkar
janji, termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas adanya makar yang
jelek serta rusaknya hati.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda munafik ada tiga; apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Muslim, Kitabul Iman, Bab Khishalul Munafiq no. 107 dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Seorang
mukmin tampil beda dengan munafik. Apabila dia berbicara, jujur
ucapannya. Bila telah berjanji ia menepatinya, dan jika dipercaya untuk
menjaga ucapan, harta, dan hak, maka ia menjaganya. Sesungguhnya
menepati janji adalah barometer yang dengannya diketahui orang yang baik
dari yang jelek, dan orang yang mulia dari yang rendahan. (Lihat
Khuthab Mukhtarah, hal. 382-383)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
إِلاَّ
الَّذِيْنَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوْكُمْ
شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ
عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
“Kecuali
orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu
dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka
terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Dan
kaum muslimin (harus menjaga) atas persyaratan/perjanjian mereka,
kecuali persyaratan yang mengharamkan yang dihalalkan atau menghalalkan
yang haram.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1352, lihat Irwa`ul Ghalil no. 1303)
Menunaikan Nadzar dan Membayar Hutang
Di
antara bentuk menunaikan janji adalah membayar hutang apabila jatuh
temponya dan tiba waktu yang telah ditentukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Barangsiapa
yang mengambil harta manusia dalam keadaan ingin menunaikannya niscaya
Allah akan (memudahkan untuk) menunaikannya. Dan barangsiapa
mengambilnya dalam keadaan ingin merusaknya, niscaya Allah akan
melenyapkannya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lihat Faidhul Qadir, 6/54)
Adapun menunaikan nadzar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا
“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.” (Al-Insan: 7)
Janji yang Paling Berhak Untuk Dipenuhi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوَفُّوا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ
“Syarat/janji yang paling berhak untuk ditepati adalah syarat yang kalian halalkan dengannya kemaluan.” (HR. Al-Bukhari no. 2721)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar