ULAMA DUNIA:Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi
Di
samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya,
dengan rahmat dan pertolongan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
menjadikan para ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama.
Sehingga, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana
awalnya. Oleh karena itu, kematian salah seorang dari mereka
mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi muslimin.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya
yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ،
وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً
اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia
mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak
menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari
kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa
tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan
Meninggalnya
seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini
menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan
rahmat dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengistilahkan mereka dalam sebuah
sabdanya:
مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.”
Kita
telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum
muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua
ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan
para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu.
Ilmu
merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan
tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu.
Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah
mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut.,jika engkau termasuk dari
ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan ini termasuk dari keutamaan-keutamaan yang paling besar.”
Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ
يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya
ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan
dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa
mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak
Kita
wajib memuliakan ulama muslimin karena mereka adalah pewaris para nabi,
maka meremehkan mereka termasuk meremehkan kedudukan dan warisan yang
mereka ambil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta
meremehkan ilmu yang mereka bawa. Barangsiapa terjatuh dalam perbuatan
ini tentu mereka akan lebih meremehkan kaum muslimin. Ulama adalah orang
yang wajib kita hormati karena kedudukan mereka di tengah-tengah umat
dan tugas yang mereka emban untuk kemaslahatan Islam dan muslimin. Kalau
mereka tidak mempercayai ulama, lalu kepada siapa mereka percaya. Kalau
kepercayaan telah menghilang dari ulama, lalu kepada siapa kaum
muslimin mengembalikan semua problem hidup mereka dan untuk menjelaskan
hukum-hukum syariat, maka di saat itulah akan terjadi kebimbangan dan
terjadinya huru-hara
Ulama Pelita dalam Kegelapan
Waktu
senantiasa mengikuti perjalanan umat manusia. Termasuk di dalamnya
adalah umat Islam, yang kini telah sampai pada perjalanan yang demikian
panjang. Hari demi hari, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun,
jarak antara mereka dengan zaman risalah semakin jauh. Jarak antara
mereka dengan zaman keemasan umat ini telah demikian panjang, sehingga
kualitas mereka dengan kualitas umat yang hidup di masa keemasan itu pun
demikian jauh berbeda. Sungguh, melihat keadaan umat ini sekarang,
benar-benar membuat hati pilu dan dada sesak.
Kebodohan
demikian merajalela, para ulama Rabbani semakin langka, dan semakin
banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Keadaan ini
merupakan peluang besar bagi pelaku kesesatan untuk menjerumuskan umat
ke dalam kebinasaan.
Dulu,
di saat ilmu agama menguasai peradaban manusia dan ulama terbaik umat
memandu perjalanan hidup mereka, para pelaku kesesatan dan kebatilan
seolah-olah tersembunyi di balik batu yang berada di puncak gunung dalam
suasana malam yang gelap gulita. Namun ketika para penjahat agama
tersebut melihat peluang, mereka pun dengan sigap memanfaatkan peluang
tersebut, turun dari tempat “pertapaan” mereka dan menampilkan diri
seakan-akan mereka adalah para “penasihat yang terpercaya.”
Sekarang
adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk mengobrak-abrik kekuatan dan
keyakinan kaum muslimin. Mereka menggelar permainan cantik, saling
mengoper kesesatan mereka. Kaum muslimin yang mayoritas kini berada
dalam keterlenaan, menjadi mangsa yang empuk buat mereka. Satu demi satu
sampai akhirnya menjadi banyak, gugur dalam amukan kesesatan tersebut.
Para guru dengan merasa aman menggandeng tangan murid-muridnya menuju
kegagalan hidup. Sementara orang tua dengan bangga melihat anaknya
berjalan di tepi jurang menuju kehancuran dan kebinasaan.. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْناَ الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لحَاَفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan Ad-Dzikri (Al-Qur’an) dan Kami pula yang menjagannya.” (Al-Hijr: 9)
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Mereka berkeinginan memadamkan cahaya (Agama) Allah dan Allah tetap akan menyempurnakannya walaupun orang-orang kafir itu benci.” (Ash-Shaff: 8)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ
“Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk Allah menangkan atas seluruh agama.” (Ash-Shaff: 9)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada Khabbab bin Art radhiallahu ‘anhu:
وَاللهِ
لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ
صَنْعاَءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخاَفُ إِلاَّ اللهَ وَالذِّئْبَ عَلَى
غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُوْنَ
“Demi
Allah, Allah akan benar-benar menyempurnakan urusan-Nya (agama)
sehingga orang yang berkendaraan dari Shan’a1 menuju Hadhramaut (Yaman)
tidak takut melainkan hanya kepada Allah atau kepada serigala yang akan
menerkam kambingnya, akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ فِيْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهاَ دِيْنَهاَ
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan di setiap awal seratus tahun orang yang akan memperbaharui agama umat ini.u Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Mereka adalah ulama.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengangkat mereka dengan ilmu, menghiasi mereka
dengan sikap kelemahlembutan. Dengan keberadaan mereka, diketahui yang
halal dan haram, yang hak dan yang batil, yang mendatangkan mudharat
dari yang mendatangkan manfaat, yang baik dan yang jelek. Keutamaan
mereka besar, kedudukan mereka mulia. Mereka adalah pewaris para nabi
dan pemimpin para wali. Semua ikan yang ada di lautan memintakan ampun
buat mereka, malaikat dengan sayap-sayapnya menaungi mereka dan tunduk.
Para ulama pada hari kiamat akan memberikan syafa’at setelah para Nabi,
majelis-majelis mereka penuh dengan ilmu dan dengan amal-amal mereka
menegur orang-orang yang lalai.
Mereka
lebih utama dari ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya daripada
orang-orang zuhud. Hidup mereka merupakan harta ghanimah bagi umat dan
mati mereka merupakan musibah. Mereka mengingatkan orang-orang yang
lalai, mengajarkan orang-orang yang jahil. Tidak pernah terlintas bahwa
mereka akan melakukan kerusakan dan tidak ada kekhawatiran mereka akan
membawa menuju kebinasaan. Dengan kebagusan adab mereka, orang-orang
yang bermaksiat terdorong untuk menjadi orang yang taat. Dan dengan
nasihat mereka, para pelaku dosa bertaubat.
Seluruh
makhluk butuh kepada ilmu mereka. Orang yang menyelisihi ucapan mereka
adalah penentang, ketaatan kepada mereka atas seluruh makhluk adalah
wajib dan bermaksiat kepada mereka adalah haram. Barangsiapa yang
mentaati mereka akan mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang
memaksiati mereka akan sesat. Dalam perkara-perkara yang rancu, ucapan
para ulama merupakan landasan mereka berbuat. Dan kepada pendapat mereka
akan dikembalikan segala bentuk perkara yang menimpa pemimpin-pemimpin
kaum muslimin terhadap sebuah hukum yang tidak mereka ketahui. Maka
dengan ucapan ulama pula mereka berbuat dan kepada pendapat ulama mereka
kembali.
Segala
perkara yang menimpa para hakim umat Islam maka dengan hukum para
ulama-lah mereka berhukum, dan kepada ulama-lah merekalah kembali. Para
ulama adalah lentera hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, lambang2
sebuah negara, lambang kekokohan umat, sumber ilmu dan hikmah, serta
mereka adalah musuh syaithan. Dengan ulama akan menjadikan hidupnya hati
para ahli haq dan matinya hati para penyeleweng. Keberadaan mereka di
muka bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang akan bisa menerangi
dan dipakai untuk menunjuki jalan dalam kegelapan di daratan dan di
lautan. Ketika bintang-bintang itu redup (tidak muncul), mereka (umat)
kebingungan. Dan bila muncul, mereka (bisa) melihat jalan dalam
kegelapan.”
Dari
ucapan Al-Imam Al-Ajurri di atas jelas bagaimana kedudukan ulama dalam
agama dan butuhnya umat kepada mereka serta betapa besar bahayanya
meninggalkan mereka.
Dalil-dalil tentang keutamaan ilmu dan ulama
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat
Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “(Kedudukan) ulama berada di atas
orang-orang yang beriman sampai 100 derajat, jarak antara satu derajat
dengan yang lain seratus tahun
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِصْطِ
“Allah
telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan
Dia dan para malaikat dan orang yang berilmu (ikut mempersaksikan)
dengan penuh keadilan.” (Ali ‘Imran: 18)
Al-Imam Badruddin rahimahullah berkata: “Allah
memulai dengan dirinya (dalam persaksian), lalu malaikat-malaikat-Nya,
lalu orang-orang yang berilmu. Cukuplah hal ini sebagai bentuk
kemuliaan, keutamaan, keagungan dan kebaikan (buat mereka).” (Tadzkiratus Sami’, hal 27)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di
dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang keutamaan ilmu dan ulama
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut mereka secara khusus dari
manusia lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan persaksian mereka
dengan persaksian diri-Nya dan malaikat-malaikat-Nya. Dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan persaksian mereka (ulama) sebagai bukti
besar tentang ketauhidan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agama, dan
balasan-Nya. Dan wajib atas setiap makhluk menerima persaksian yang
penuh keadilan dan kejujuran ini. Dan dalam kandungan ayat ini pula
terdapat pujian kepada mereka (ulama) bahwa makhluk harus mengikuti
mereka dan mereka (para ulama) adalah imam-imam yang harus diikuti.
Semua ini menunjukkan keutamaan, kemuliaan dan ketinggian derajat
mereka, sebuah derajat yang tidak bisa diukur.” (Tafsir As-Sa’di, hal 103).
Al-Qurthubi rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di
dalam ayat ini ada dalil tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama.
Maka jika ada yang lebih mulia dari mereka, niscaya Allah akan
menggandengkan nama mereka dengan nama–Nya dan nama
malaikat-malaikat-Nya sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
menggandengkan nama ulama.” (Tafsir Al-Qurthubi, 2/27)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Katakan (wahai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah
Subhanahu wa Ta’ala menafikan unsur kesamaan antara ulama dengan selain
mereka sebagaimana Allah menafikan unsur kesamaan antara penduduk surga
dan penduduk neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakan,
tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu.” (Az-Zumar: 9), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Tidak akan sama antara penduduk neraka dan penduduk surga.” (Al-Hasyr:
20). Ini menunjukkan tingginya keutamaan ulama dan kemuliaan mereka.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/221)
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir (ahlinya/ ilmu) jika kalian tidak mengetahui.” (An-Naml: 43)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepada siapa saja yang tidak mengetahui untuk
kembali kepada mereka (ulama) dalam segala hal. Dan dalam kandungan
ayat ini, terdapat pujian terhadap ulama dan rekomendasi untuk mereka
dari sisi di mana Allah memerintahkan untuk bertanya kepada mereka.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 394)
5. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ
“Dan tidak ada yang mengetahuinya (perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah) melainkan orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Melainkan orang-orang yang berilmu secara benar di mana ilmunya sampai ke lubuk hatinya.” (Tafsir As-Sa’di, hal 581)
6. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya
aku mengira bahwa terlupakannya ilmu karena dosa, kesalahan yang
dilakukan. Dan orang alim itu adalah orang yang takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal. 28)
Abdurrazaq mengatakan: “Aku
tidak melihat seseorang yang lebih bagus shalatnya dari Ibnu Juraij.
Dan ketika melihatnya, aku mengetahui bahwa dia takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal 28)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa mereka (para ulama) adalah
orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan mereka dari mayoritas orang. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah
dari hamba-hamba-Nya adalah ulama, sesungguhnya Allah Maha Mulia lagi
Maha Pengampun.” (Fathir: 28). Ayat ini merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah ulama.” (Miftah Dar As-Sa’adah 1/225)
7. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
جَزَاؤُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ
خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهً عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ
لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Ganjaran
mereka di sisi Allah adalah jannah Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan
mereka ridha kepada Allah, demikian itu adalah bagi orang yang takut
kepada Rabbnya.” (Al-Bayyinah: 8)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah berkata: “Kedua
ayat ini (Fathir ayat 28 dan Al-Bayyinah ayat 8) mengandung makna bahwa
ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan orang-orang yang takut kepada Allah adalah sebaik-baik manusia. Dari
sini disimpulkan bahwa ulama adalah sebaik-baik manusia.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)
Ucapan yang serupa dan semakna dibawakan oleh Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Miftah Dar As-Sa’adah, jilid 1 hal. 225.
8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu agama.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Hadits
ini menunjukkan, barangsiapa yang tidak dijadikan Allah faqih dalam
agama-Nya, menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan kepadanya kebaikan.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/246)
9. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Ulama adalah pewaris para.//susahkan jadi pewaris nabi...//Ahmad fuadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar