Jumat, 11 Juli 2014



ULAMA DUNIA:Memperoleh rahmat Allah swt.
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)
Said bin Manshur mengetengahkan sebuah hadis melalui `Atha Al-Khurrasani yang menceritakan, bahwa ada segolongan orang-orang dari kabilah Muzayyanah datang untuk meminta makanan kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. bersabda, "Aku tidak menemukan apa yang harus aku berikan kepada kalian." Lalu mereka berpaling pergi, sedangkan mata mereka mencucurkan air mata karena sedih; mereka menduga bahwa hal tersebut karena kemarahan Rasulullah saw. terhadap diri mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat..." (Q.S. Al-Isra 28). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Dhahhak yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang miskin yang meminta-minta kepada Nabi saw.
*      (tafsir QS.al-isra 26)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 26
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menunaikan hak kepada keluarga-keluarga yang dekat, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Hak yang harus ditunaikan itu ialah: "Mempererat tali persaudaraan dan hubungan kasih sayang, mengunjungi rumahnya dan bersikap sopan santun, serta membantu meringankan penderitaan-penderitaan yang mereka alami. Kalau umpamanya ada di antara keluarga-keluarga yang dekat, ataupun orang-orang miskin dan orang-orang yang ada dalam perjalanan itu memerlukan biaya yang diperlukan untuk keperluan hidupnya maka hendaklah diberi bantuan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang yang dalam perjalanan yang patut diringankan penderitaannya, ialah orang yang melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang dibenarkan oleh agama. Orang yang demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar segera tercapai apa yang menjadi maksud dan tujuannya.
Di akhir ayat Allah SWT melarang kaum muslimin membelanjakan harta bendanya secara boros. Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin mengatur perbelanjaannya dengan perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang dibelanjakannya sesuai dan tepat dengan keperluannya; tidak boleh membelanjakan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, atau memberikan harta melebihi dari yang seharusnya.
Sebagai keterangan lebih lanjut, bagaimana seharusnya kaum muslimin membelanjakan hartanya, disebutkan firman Allah SWT:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67)
Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S. Al Furqan: 67)
Adapun keterangan yang dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan, yang dapat dari hadis-hadis Nabi adalah sebagai berikut:

وعن عبد الله ابن عمر قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم بسعد وهو يتوضأ، فقال: ما هذا السرف يا سعد؟ قال أو في الوضوء سرف؟ قال نعم وإن كنت على نهر جار
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Rasulullah saw, bertemu dengan Saad pada saat berwudu', lalu Rasulullah bersabda: "Alangkah borosnya wudu-mu itu hai Saad!". Saad berkata: "Apakah di dalam berwudu' ada pemborosan.? "Rasulullah saw bersabda: meskipun kamu berada di tepi sungai yang mengalir".
*      (isi kandungan Qs.Al-isra 29)
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
QS. al-Isra’ (17) : 29
*      (asbabunnuzul QS. Al-israa 29)
Tafsir / Indonesia / Sebab turun / Surah Al Israa' 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)
Ibnu Mundzir mengetengahkan sebuah hadis melalui Syihab yang menceritakan, bahwa jika Rasulullah saw. membacakan Alquran kepada orang-orang musyrik Quraisy dengan maksud untuk mengajak mereka kepada ajaran Alquran, maka mereka berkata dengan nada yang memperolok-olokkan, yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Hati kami berada dalam tutupan yang menutupi apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding." (Fushshilat 5). Maka Allah menurunkan firman-Nya dalam peristiwa tersebut seperti apa yang mereka kehendaki dalam perkataan mereka itu, yaitu, "Dan apabila kamu membaca Alquran..." (Q.S. Al-Isra 45)
*      (tafsir  QS.al-isra 29)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)
Kemudian Allah SWT menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta, yaitu Allah SWT melarang orang menjadikan tangannya terbelenggu pada leher. Ungkapan ini adalah lazim dipergunakan oleh orang-orang Arab, yang berarti larangan berlaku bakhil. Allah melarang orang-orang yang bakhil, sehingga enggan memberikan harta kepada orang lain, walaupun sedikit. Sebaliknya Allah juga melarang orang yang terlalu mengulurkan tangan, ungkapan serupa ini berarti melarang orang yang berlaku boros membelanjakan harta, sehingga belanja yang dihamburkannya melebihi kemampuan yang dimilikinya. Akibat orang yang semacam itu akan menjadi tercela, dan dicemoohkan oleh handai-tolan serta kerabatnya dan menjadi orang yang menyesal karena kebiasaannya itu akan mengakibatkan dia tidak mempunyai apa-apa.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa cara yang baik dalam membelanjakan harta ialah membelanjakannya dengan cara yang layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan tidak terlalu boros.
Adapun keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain, dari Ibnu Abbas ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:

ما عال من اقتصد
Artinya:
"Tidak akan menjadi miskin orang yang berhemat".
Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw bersabda:

الإقتصاد في النفقة نصف المعيشة
Artinya:
Berlaku hemat dalam membelanjakan harta, separoh dari penghidupan.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)
(Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali (dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit (dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.
*      (isi kandungan QS.al-isra 34)
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.
QS. al-Isra’ (17) : 34
*      (tafsir  QS.al-isra 34)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 34
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا (34)
Kemudian Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Yang dimaksud dengan "mendekati harta anak yatim" ialah mempergunakan harta anak-anak yatim tidak pada tempatnya. Larangan mempergunakan harta anak yatim dalam ayat ini mengandung arti bahwa tidak memberikan perlindungan kepada harta anak yatim itu, supaya jangan habis sia-sia. Allah SWT memberikan perlindungan pada harta itu, karena harta itu sangat diperlukan oleh manusia, dan manusia yang paling memerlukannya ialah anak yatim, karena keadaannya yang belum dapat mengurusi hartanya, dun belum dapat mencari nafkah sendiri.
Dalam pada itu Allah SWT memberikan pengecualian dari larangannya, yaitu apabila untuk pemeliharaan harta itu diperlukan biaya, atau dengan maksud untuk memperkembangkan harta anak yatim itu, maka dalam hal ini tidaklah termasuk larangan apabila mengambil sebagian harta anak yatim itu untuk kepentingan tersebut atau diperkembangkan sebagai modal dengan maksud agar harta itu bertambah.
Oleh sebab itu diperlukan orang yang bertanggung jawab untuk mengurus harta anak yatim itu. Orang yang bertugas untuk memelihara harta anak yatim disebut Wasy (pengampu) dan diperlukan pula badan yang mengurusi harta anak yatim. Badan tersebut hendaknya diawasi oleh pemerintah, agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan.
Kemudian dalam ayat ini ditentukan batas, sampai kapan saatnya harta itu di serahkan oleh pengampu kepada anak yatim itu, ialah apabila anak yatim itu telah dewasa, dan mempunyai kemampuan untuk mengurus dan memperkembangkan harta itu.
Setelah ayat itu turun, maka para sahabat Rasulullah yang mengasuh anak-anak yatim merasa takut kembali, sehingga mereka tidak mau makan bersama sama anak yatim dan tidak pula mau bergaul dengan mereka. Oleh sebab itu maka Allah menurunkan ayat ini:

وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
Artinya:
Dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dan yang mengadakan perbaikan. (Q.S. Al Baqarah: 220)
Dari ayat ini jelaslah, bahwa membelanjakan harta anak yatim dilarang apabila digunakan untuk kepentingan pribadi. Tetapi apabila harta anak yatim itu dibelanjakan untuk pemeliharaan harta itu sendiri, atau untuk keperluan anak yatim itu sendiri, maka tidaklah dilarang.
Kecuali itu, terdapat pula kebolehan mengambil sebagian harta anak yatim itu bagi orang yang menjadi pengampunya, apabila si pengampu itu memerlukan untuk pembiayaan dirinya dalam rangka mengurus harta anak yatim itu, kalau si pengampu itu betul-betul orang yang tidak mampu. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya:
Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemeliharaan itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. (Q.S. An Nisa: 6)
Allah SWT memerintahkan kepada hamba Nya agar mamenuhi janji, baik janji Allah yang harus dipenuhi oleh para hamba Nya ataupun janji yang dibuat dengan manusia, yaitu akad jual beli, sewa menyewa yang termasuk dalam bidang muamalah.
Az-Zajjad menjelaskan bahwa; Semua perintah Allah dan larangan-larangan Nya adalah janji Allah yang harus dipenuhi, termasuk pula janji Allah yang harus diikrarkan kepada Tuhannya, dan janji yang dibuat antara hamba dengan hamba.
Yang dimaksud dengan memenuhi janji, ialah melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam perjanjian itu, dengan tidak menyimpang dari ketentuan syarak dan hukum yang berlaku.
Di akhir ayat Allah SWT menandaskan, bahwa sesungguhnya janji itu pasti dipertanggungjawabkan. Maka orang-orang yang mengkhianati janji, ataupun membatalkan janji secara sepihak akan mendapat pembalasan yang setimpal.
يَوْمَيُحْمَىعَلَيْهَافِي نَارِجَهَنَّمَفَتُكْوَىبِهَاجِبَاهُهُمْوَجُنوبُهُمْوَظُهُورُهُمْهَذَا مَاكَنَزْتُمْلأَنفُسِكُمْفَذُوقُواْمَا كُنتُمْتَكْنِزُونَ
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: `Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.`ataubah 35
*      (isi kandungan QS.at-taubah 35)
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
QS. at-Taubah (9) : 35
*      (tafsir QS.at-taubah 35)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 35
يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa dinafkahkan sebagiannya pada jalan Allah (dibayarkan zakat) bagi orang mukmin akan dimasukkan ke dalam neraka pada hari akhirat dan di dalam neraka itu semua harta itu akan dipanaskan dengan api lalu disetrikakan pada dahi pemiliknya begitu pula lambung dan punggungnya, lalu diucapkan kepadanya inilah harta bendamu yang kamu simpan dahulu. Sehubungan dengan ini ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

ما من مسلم لا يؤدي زكاة ماله إلاا جعل له يوم القيامة صفائح من نار بها جنبه وجبهته وظهره
Artinya:
Tidak ada seorang laki-laki yang tidak menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu akan dijadikan kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi dan punggungnya.
(H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
Demikianlah nasib orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengumpulkan harta dan menumpuknya serta mempergunakan sebagian harta itu untuk menghalangi manusia dari jalan Allah. Demikian pula nasib seorang muslim yang tidak menunaikan zakat hartanya. Harta itu sendirilah yang akan dijadikan alat penyiksanya. Bagaimana caranya apakah harta yang mereka peroleh di dunia itu dijadikan kepingan-kepingan api atau sebagai gambaran saja. Allah Yang Maha Mengetahui, karena hal itu termasuk urusan gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah saja.Mahbesar Allah swt.//Ahmad fuadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar