Sabtu, 07 Juni 2014


SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI                                                                       
image0011.jpg
Nama Syaikh Muhammad Arsyad menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan dan agama.  Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Syaih Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Agung Banjarmasin. Nama kitabnya yan lain Tuhfatur Raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang tak jauh dari makan Syaikh Arsyad. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di Banjarmasin masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai  keturunan atau muridnya. Sebut saja nama almarhum K.H. Zaini, yang dikenal dengan nama Guru Ijay itu, adalah keturunan Syaikh Arsyad. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari syaikh atau dari murid-murid syaikh. 
Ulama yang memiliki nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman Al-Banjari itu ternyata memang bukan orang biasa. Ia adalah cicit Sayid Abu Bakar bin Sayid Abdullah Al-’Aidrus bin Sayid Abu Bakar As-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman As-Saqaf bin Sayid Muhammad Maula Dawilah Al-’Aidrus. Silisahnya kemudian sampai pada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah. Dengan demikian Syaikh Arsyad masih memiliki darah keturunan Rasulullah.
Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayid Abu Bakar As-Sakran atau Sayid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Syaikh Arsyad yang berinduk ke Hadramaut, Yaman. Bapaknya Abdullah merupakan seorang pemuda yang dikasihi sultan (Sultan Hamidullah atau Tahmidullah bin Sultan Tahlilullah 1700-1734 M).
Bapaknya bukan asal orang Banjar,tetapi datang dari India mengembara untuk  menyebarkan Dakwah,Belia seorang ahli seni ukiran kayu. Semasa ibunya hamil,kedua Ibu Bapaknya sering berdo’a agar dapat melahirkan anak yang alim dan zuhud. Setelah lahir,Ibu Bapaknya mendidik dengan penuh kasih sayang setelah mendapat anak sulung yg dinanti-nantikan ini. Beliau dididik dengan dendangan Asmaul-Husna,disamping berdo’a kepada Allah.Setelah itu diberikan pendidikan al-qur’an kepadanya. Kemudian barulah menyusul kelahiran adik-adiknya yaitu ;  ‘Abidin, Zainal abidin, Nurmein, Nurul Amein.
Muhammad Arsyad lahir di Banjarmasin pada hari Kamis dinihari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M.
Semasa Kecil
Sejak kecil, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Cergas dan Cerdas serta mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Kehebatan beliau sejak kecil ialah dalam bidang seni Lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau.
Pada suatu hari, sultan mengadakan kunjungan kekampung-kampung, Pada saat baginda sampai kekampung lok Gabang, Baginda berkesempatan melihat hasil karya lukisan Muhammad Arsyad yang indah lagi memukau hati itu. justeru Sultan berhajat untuk memelihara dan mendidik Muhammad Arsyad yang tatkala itu baru berusia 7 tahun.
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang soleha bernam Tuan Bajut, Hasil perkawinan beliau memperoleh seorang putri yang diberinam Syarifah.
Beliau telah meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama 5 tahun. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.
Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani.
Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata rakyat Banjar atau dunia Melayu.

Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar